BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pemeriksaan
fisik merupakan salah satu cara untuk mengetahui gejala atau masalah kesehatan
yang dialami oleh pasien. Pemeriksaan fisik bertujuan untuk :
a.
mengumpulkan data tentang kesehatan
pasien,
b.
menambah informasi,
c.
menyangkal data yang diperoleh dari
riwayat pasien,
d.
mengidentifikasi masalah pasien,
e.
menilai perubahan status pasien,
f.
mengevaluasi pelaksanaan tindakan yang
telah diberikan.
Dalam
melakukan pemeriksaan fisik terdapat teknik dasar yang perlu dipahami, antara
lain inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Dengan petunjuk
yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat menyususn
sebuah diagnosis diferensial, yakni sebuah daftar penyebab yang mungkin
menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan
penyebab tersebut. Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri dari penilaian
kondisi pasien secara umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya,
tanda vital atau pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah selalu dilakukan
pertama kali.
Bayi
dan balita adalah sosok yang rentan dan belum terlalu kuat. Namun bayi dan
balita juga perlu pemeriksaan fisik untuk mengetahui keadaan fisik tersebut
sehingga diperlukan juga pemeriksaan fisik
bayi dan balita.
B.
Tujuan
a.
Menilai gangguan adaptasi bayi baru
lahir dari kehidupan dalam uterus ke luar uterus yang memerlukan resusitasi.
b.
Untuk menemukan kelainan seperti cacat
bawaan yang perlu tindakan segera.
c.
Menentukan apakah bayi baru lahir dapat
dirawat bersama ibu (rawat gabung) atau tempat perawatan khusus.
d.
Mengetahui dan memahami pemeriksaan
fisik pada bayi dan balita yang mencakup pemeriksaan seluruh anggota tubuh.
C.
Rumusan
Masalah
Bagaimana
cara memeriksa fisik yang baik pada bayi dan balita?
D.
Manfaat
Mengetahui
cara-cara pemeriksaan fisik yang baik dan benar pada ayi dan balita dan juga
cara perawatannya.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMERIKSAAN
FISIK BAYI
Pemeriksaan fisik pada bayi dapat dilakukan oleh
bidan, perawat atau dokter untuk menilai status kesehatannya. Waktu pemeriksaan fisik dapat dilakukan saat bayi
baru lahir, 24 jam setelah lahir, dan akan pulang dari rumah sakit.
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik pada bayi baru
lahir, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
a.
Bayi sebaiknya dalam keadaan telanjang
di bawah lampu terang sehingga bayi tidak mudah kehilangan panas, atau lepaskan
pakaian hanya pada daerah yang diperiksa.
b.
Lakukan prosedur secara berurutan dari
kepala ke kaki atau lakukan prosedur yang memerlukan observasi ketat lebih
dahulu, seperti paru, jantung dan abdomen.
c.
Lakukan prosedur yang mengganggu bayi,
seperti pemeriksaan refleks pada tahap akhir.
d.
Bicara lembut, pegang tangan bayi di
atas dadanya atau lainnya.
Kegiatan
ini merupakan pengkajian fisik yang dilakukan oleh bidan yang bertujuan untuk
memastikan normalitas dan mendeteksi adanya penyimpangan dari normal. Pengkajian
ini dapat ditemukan indikasi tentang seberapa baik bayi melakukan penyesuaian
terhadap kehidupan di luar uterus dan bantuan apa yang diperlukan. Dalam pelaksanaannya harus diperhatikan agar
bayi tidak kedinginan, dan dapat ditunda apabila suhu tubuh bayi rendah atau
bayi tampak tidak sehat.
A.
Prinsip Pemeriksaan Pada Bayi Baru Lahir
a.
Jelaskan prosedur pada orang tua dan
minta persetujuan tindakan.
b.
Cuci dan keringkan tangan , pakai sarung
tangan dan pastikan pencahayaan baik.
c.
Periksa apakah bayi dalam keadaan
hangat, buka bagian yang akan diperiksa (jika bayi telanjang pemeriksaan harus
dibawah lampu pemancar) dan segera selimuti kembali dengan cepat, periksa bayi
secara sistematis dan menyeluruh.
B.
Peralatan
Dan Perlengkapan
a.
Kapas.
b.
Senter.
c.
Termometer.
d.
Stetoskop.
e.
Selimut Bayi.
f.
Bengkok.
g.
Timbangan Bayi.
h.
Pita Ukur/Metlin..
i.
Pengukur Panjang Badan
C.
Prosedur
a.
Persiapan
Diri dan Pasien
1.
Jelaskan pada ibu dan keluarga maksud dan
tujuan dilakukan pemeriksan.
2.
Lakukan anamnesa riwayat dari ibu
meliputi faktor genetik, faktor lingkungan, sosial, faktor ibu (maternal),
faktor perinatal, intranatal, dan neonatal.
3.
Susun alat secara ergonomis.
4.
Cuci tangan menggunakan sabun dibawah
air mengalir, keringkan dengan handuk bersih.
5.
Memakai sarung tangan.
6.
Letakkan bayi pada tempat yang rata.
b.
Pengukuran
Anthopometri
1.
Penimbangan berat badan
Letakkan
kain atau kertas pelindung diatas timbangan dan atur skala penimbangan ke titik
nol sebelum penimbangan. Hasil timbangan dikurangi berat alas dan pembungkus
bayi. Kemudian catat hasilnya.
NO
|
UMUR
|
BERAT
BADAN (kg)
|
1
|
Lahir
|
3,4
|
2
|
0-1
bulan
|
4,3
|
3
|
2
bulan
|
5
|
4
|
3
bulan
|
5,7
|
5
|
4
bulan
|
6,3
|
6
|
5
bulan
|
6,9
|
7
|
6
bulan
|
7,4
|
8
|
7
bulan
|
8
|
9
|
8
bulan
|
8,4
|
10
|
9
bulan
|
8,9
|
11
|
10
bulan
|
9,3
|
12
|
11
bulan
|
9,6
|
13
|
12
bulan
|
9,9
|
14
|
1
tahun 3 bulan
|
10,6
|
15
|
1
tahun 6 bulan
|
11,3
|
16
|
1
tahun 9 bulan
|
11,9
|
17
|
2
tahun
|
12,4
|
18
|
2
tahun 3 bulan
|
12,9
|
19
|
2
tahun 6 bulan
|
13,5
|
20
|
2
tahun 9 bulan
|
14
|
21
|
3
tahun
|
14,5
|
22
|
3
tahun 3 bulan
|
15
|
23
|
3
tahun 6 bulan
|
15,5
|
24
|
3
tahun 9 bulan
|
16
|
25
|
4
tahun
|
16,5
|
26
|
4
tahun 3 bulan
|
17
|
27
|
4
tahun 6 bulan
|
17,4
|
28
|
4
tahun 9 bulan
|
17,9
|
29
|
5
tahun
|
18,4
|
2.
Pengukuran panjang badan
Letakkan
bayi di tempat yang datar. Ukur panjang badan dari kepala sampai tumit dengan
kaki/badan bayi diluruskan. Alat ukur harus terbuat dari bahan yang tidak
lentur. Catat hasilnya.
NO
|
UMUR
|
TINGGI
BADAN (kg)
|
1
|
Lahir
|
50,5
|
2
|
0-1
bulan
|
55,0
|
3
|
2
bulan
|
58
|
4
|
3
bulan
|
60
|
5
|
4
bulan
|
62,5
|
6
|
5
bulan
|
64,5
|
7
|
6
bulan
|
66
|
8
|
7
bulan
|
67,5
|
9
|
8
bulan
|
69,0
|
10
|
9
bulan
|
70,5
|
11
|
10
bulan
|
72,0
|
12
|
11
bulan
|
73,5
|
13
|
12
bulan
|
74,5
|
14
|
1
tahun 3 bulan
|
78,0
|
15
|
1
tahun 6 bulan
|
81,5
|
16
|
1
tahun 9 bulan
|
84,5
|
17
|
2
tahun
|
87
|
18
|
2
tahun 3 bulan
|
89,5
|
19
|
2
tahun 6 bulan
|
92,0
|
20
|
2
tahun 9 bulan
|
94,0
|
21
|
3
tahun
|
96,0
|
22
|
3
tahun 3 bulan
|
98,0
|
23
|
3
tahun 6 bulan
|
99,5
|
24
|
3
tahun 9 bulan
|
101,5
|
25
|
4
tahun
|
103,5
|
26
|
4
tahun 3 bulan
|
105,0
|
27
|
4
tahun 6 bulan
|
107,0
|
28
|
4
tahun 9 bulan
|
108,0
|
29
|
5
tahun
|
109
|
3.
Pengukuran lingkar kepala
Pengukuran
dilakukan dari dahi kemudian melingkari kepala kembali lagi ke dahi. Catat
hasilnya.
a. Lingkar kepala BBL : 33-35 cm (Lebih dari lingkar dada)
b. Kenaikan lingkar kepala tahun pertama 44-47 cm.
c.
Perkiraan lingkar kepala :
·
6
bulan : 44 cm
·
1
tahun : 47 cm
·
2
tahun : 49 cm
4.
Pengukuran lingkar dada
Ukur lingkar dada
dari daerah dada ke punggung kembali ke dada (pengukuran dilakukan melalui
kedua puting susu).
c.
Pemeriksaan
Kepala
Raba sepanjang garis
sutura dan fontanel, apakah ukuran dan tampilannya normal. Sutura yang berjarak
lebar mengindikasikan bayi preterm, moulding yang buruk atau hidrosefalus. Pada
kelahiran spontan letak kepala, sering terlihat tulang kepala tumpang tindih
yang disebut moulding/moulase. Keadaan ini normal kembali setelah beberapa hari
sehingga ubun-ubun mudah diraba.
Perhatikan ukuran dan ketegangannya. Fontanel anterior
harus diraba, fontanel yang besar dapat terjadi akibat prematuritas atau
hidrosefalus, sedangkan yang terlalu kecil terjadi pada mikrosefali. Jika
fontanel menonjol, hal ini diakibatkan peningkatan tekanan intakranial,
sedangkan yang cekung dapat terjadi akibat dehidrasi. Terkadang teraba fontanel
ketiga, antara fontanel anterior dan
posterior, hal ini terjadi karena adanya trisomi.
Periksa adanya trauma
kelahiran misalnya; caput suksedaneum, sefal hematoma, perdarahan
subaponeurotik/fraktur tulang tengkorak.
Caput
succedaneum fraktur
tulang
Perhatikan
adanya kelainan kongenital seperti; anensefali,
mikrosefali, kraniotabes dan sebagainya.
anancepali
|
Kraniotabes
|
mikrocepali
|
Cara:
1.
Lakukan inspeksi daerah kepala.
2.
Lakukan penilaian pada bagian tersebut,
diantaranya:
a.
Maulage
yaitu tulang tengkorak yang saling menumpuk pada saat lahir asimetri atau
tidak.
b.
Ada tidaknya caput succedaneum, yaitu edema
pada kulit kepala, lunak dan tidak berfiuktuasi, batasnya tidak tegas, dan
menyeberangi sutura dan akan hilang dalam beberapa hari.
c.
Ada tidaknya cephal haematum, yang terjadi
sesaat setelah lahir dan tidak tampak pada
hari pertama karena tertutup oleh caput succedaneum.
Ciri-cirinya :
a)
konsistensi lunak
b)
berfluktuasi
c)
berbatas tegas pada tepi tulang
tengkorak
d)
tidak menyeberangi sutura dan apabila
menyeberangi sutura kemungkinan mengalami fraktur tulang tengkorak.
Cephal haematum dapat
hilang sempurna dalam waktu 2-6 bulan.
Ciri-ciri cephal
haematum:
a)
Ada tidaknya perdarahan, yang terjadi
karena pecahnya vena yang menghubungkan jaringan di luar sinus dalam tengkorak.
Batasnya tidak tegas sehingga bentuk kepala tanpak asimetris, sering diraba
terjadi fiuktuasi dan edema.
b)
Adanya fontanel dengan cara palpasi
dengan menggunakan jari tangan. Fontanel posterior akan dilihat proses
penutupan setelah umur 2 bulan dan fontanel anterior menutup saat usia 12-18
bulan.
Cepal
haematum
d.
Pemeriksaan
Wajah
Wajah harus tampak
simetris. Terkadang wajah bayi tampak asimetris hal ini dikarenakan posisi bayi
di intrauteri. Perhatikan kelainan wajah yang khas seperti sindrom down atau
sindrom piere robin. Perhatikan juga
kelainan wajah akibat trauma lahir seperti laserasi, paresi N.fasialis.
e.
Pemeriksaan
Mata
Pemeriksaan mata
di lakukan pada kelopak mata untuk menilai ada/tidaknya kemerahan atau pembengkakan yaitu nanah yang keluar dari
mata, dan perdarahan subkonjungtiva.
Langkah
– langkah :
1.
Goyangkan kepala bayi secara perlahan-lahan supaya mata
bayi terbuka.
2.
Periksa jumlah, posisi atau letak mata.
3.
Periksa adanya strabismus yaitu koordinasi
mata yang belum sempurna.
4.
Periksa adanya glaukoma kongenital.
Mulanya
akan tampak sebagai pembesaran kemudian sebagai kekeruhan pada kornea. Katarak
kongenital akan mudah terlihat yaitu pupil berwarna putih. Pupil harus tampak bulat.
Terkadang ditemukan bentuk seperti lubang kunci (kolobama) yang dapat
mengindikasikan adanya defek retina.
5.
Periksa adanya trauma seperti palpebra,
perdarahan konjungtiva atau retina.
6.
Periksa adanya sekret pada mata,
konjungtivitis oleh kuman gonokokus dapat menjadi panoftalmia dan menyebabkan
kebutaan. Apabila ditemukan epichantus melebar kemungkinan bayi mengalami
sindrom down.
Cara mengidentifikasi
kelainan mata
1.
Lakukan speksi daerah mata.
2.
Tentukan penilaian ada tidaknya
kelainan, seperti:
a)
Strabismus (koordinasi gerakan mata yang
belum sempurna), dengan cara menggoyang kepala secara perlahan-lahan sehingga
mata bayi akan terbuka.
b)
Kebutaan, seperti jarang berkedip atau
sensitifitas terhadap cahaya berkurang.
c)
Sindrom Down, ditemukan epicanthus
melebar.
d)
Glaukoma kongenital, terlihat pembesaran
dan terjadi kekeruhan pada kornea.
e)
Katarak kongenital, apabila terlihat
pupil yang berwarna putih.
f.
Pemeriksaan
Hidung
Kaji
bentuk dan lebar hidung, pada bayi cukup bulan lebarnya harus lebih
dari 2,5 cm. Bayi harus bernapas dengan hidung, jika melalui mulut harus
diperhatikan kemungkinan ada obstruksi jalan napas karena atresia koana
bilateral, fraktur tulang hidung atau ensefalokel yang menonjol ke nasofaring.
Periksa adanya sekret yang mukopurulen yang terkadang berdarah , hal ini
kemungkinan adanya sifilis congenital.
Periksa
adanya pernapasan cuping hidung, jika cuping hidung mengembang menunjukkan
adanya gangguan pernapasan.
Cara:
1.
Amati pola pernapasan, apabila bayi
bernapas melalui mulut maka kemungkinan bayi mengalami obstruksi jalan napas
karena adanya atresia koana bilateral, fraktur tulang hidung, atau ensefalokel
yang menojol ke nasofaring. Sedangkan pernapasan cuping hidung akan menujukkan
gangguan pada paru.
2.
Amati mukosa lubang hidung, apabila terdapat
sekret mukopurulen dan berdarah perlu,dipikirkan adanya penyakit sifilis
kongenital dan kemungkinan lain.
g.
Pemeriksaan
Mulut
Perhatikan
mulut bayi, bibir harus berbentuk dan
simetris. Ketidaksimetrisan bibir menunjukkan adanya palsi wajah. Mulut yang
kecil menunjukkan mikrognatia.
Periksa
adanya bibir sumbing, adanya gigi atau ranula (kista lunak yang berasal dari
dasar mulut).
Periksa
keutuhan langit - langit, terutama pada persambungan antara palatum keras dan
lunak. Perhatikan adanya bercak putih pada gusi atau palatum yang biasanya terjadi akibat Epistein’s pearl
atau gigi.
Periksa
lidah apakah membesar atau sering
bergerak. Bayi dengan edema otak atau tekanan intrakranial meninggi seringkali
lidahnya keluar masuk (tanda foote).
Cara:
1.
Lakukan inspeksi adanya kista yang ada
pada mukosa mulut.
2.
Amati warna, kemampuan refieks
menghisap.
3.
Apabila lidah menjulur keluar dapat
dinilai adanya kecacatan kongenital.
4.
Amati adanya bercak pada mukosa mulut,
palatum dan pipi bisanya disebut sebagai Monilia albicans.
5.
Amati gusi dan gigi, untuk menilai adanya
pigmen.
h.
Pemeriksaan
Telinga
Periksa
dan pastikan jumlah, bentuk dan posisinya.Pada bayi cukup bulan, tulang rawan
sudah matang.Daun telinga harus berbentuk sempurna dengan lengkungan yang jelas
dibagian atas.
Perhatikan
letak daun telinga. Daun telinga yang letaknya rendah (low set ears) terdapat
pada bayi yang mengalami sindrom tertentu (Pierre-robin).
Perhatikan
adanya kulit tambahan atau aurikel hal ini dapat berhubungan dengan
abnormalitas ginjal.
Cara:
Bunyikan bel atau suara, apabila terjadi reflek
terkejut maka pendengarannya baik, kemudian apabila tidak terjadi refleks maka
kemungkinan akan terjadi gangguan pendengaran.
i.
Pemeriksaan
Leher
Leher
bayi biasanya pendek dan harus diperiksa kesimetrisannya. Pergerakannya harus
baik.
Jika
terdapat keterbatasan pergerakan kemungkinan ada kelainan tulang leher.
Periksa
adanya trauma leher yang dapat menyebabkan kerusakan pada fleksus brakhialis.
Lakukan
perabaan untuk mengidentifikasi adanya pembengkakan.periksa adanya pembesaran
kelenjar tyroid dan vena jugularis.
Adanya
lipatan kulit yang berlebihan di bagian belakang leher menunjukkan adanya
kemungkinan trisomi.
trisomi
Cara:
Amati pergerakan
leher apabila terjadi keterbatasan dalam pergerakannya maka kemungkinan terjadi
kelainan pada tulang leher. Seperti kelainan tiroid, himangiona dan lain-lain.
j.
Pemeriksaan
tangan
Kedua lengan harus sama panjang, periksa dengan cara meluruskan kedua lengan ke
bawah. Kedua lengan harus bebas bergerak, jika gerakan kurang kemungkinan
adanya kerusakan neurologis atau fraktur. Periksa jumlah jari. Perhatikan
adanya polidaktili atau sidaktili. Telapak tangan harus dapat terbuka, garis
tangan yang hanya satu buah berkaitan dengan abnormaltas kromosom, seperti
trisomi 21. Periksa adanya paronisia pada kuku yang dapat terinfeksi atau
tercabut sehingga menimbulkan luka dan perdarahan.
Polidaktilli
k.
Pemeriksaan
genetalia
Pada bayi laki-laki panjang penis 3-4 cm dan lebar 1-1,3 cm.Periksa posisi
lubang uretra. Prepusium tidak boleh ditarik karena akan menyebabkan fimosis. Periksa
adanya hipospadia dan epispadia. Skrortum harus dipalpasi untuk memastikan
jumlah testis ada dua. Pada bayi perempuan cukup bulan labia mayora menutupi
labia minora. Lubang uretra terpisah dengan lubang vagina. Terkadang tampak
adanya sekret yang berdarah dari vagina, hal ini disebabkan oleh pengaruh hormon
ibu (withdrawl bedding).
l.
Pemeriksaan
anus dan rectum
Anus
dan rectum. Periksa adanya kelainan atresia ani , kaji posisinya
Mekonium secara umum keluar pada 24 jam pertama, jika sampai 48 jam belumkeluar
kemungkinan adanya mekonium plug syndrom, megakolon atau obstruksi saluran
pencernaan.
m.
Pemeriksaan
kaki
Periksa
kesimetrisan tungkai dan kaki. Periksa panjang kedua kaki dengan meluruskan
keduanya dan bandingkan. Kedua tungkai harus dapat bergerak bebas. Kuraknya
gerakan berkaitan dengan adanya trauma, misalnya fraktur, kerusakan neurologis.
Periksa adanya polidaktili atau sidaktili padajari kaki.
PEMERIKSAAN
FISIK BALITA
Pemeriksaan ini
bertujuan untuk memperoleh data status kesehatan anak dan sebagai dasar dalam menegakkan diagnosis. Pemeriksaan pada anak
meliputi keadaan umum dan keadaan khusus. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu
pemeriksaan wajah, mata, telinga, hidung, mulut, faring, laring, dan leher.
A.
Pemeriksaan
Kepala
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menilai lingkar
kepala. Lingkar kepala yang lebih besar dari normal disebut makrosefali,
biasanya ditemukan pada penyakit hidrocephalus. Sedangkan lingkar kepala kurang
dari normal disebut mikrosefali.
Pemeriksaan lain yang dilakukan pada ubun-ubun atau
fontanel. Dalam keadaan normal ubun-ubun berbentuk datar. Ubun-ubun besar dan menonjol
dapat ditemukan pada keadaan tekanan intrakranial meninggi. Ubun-ubun cekung
dapat ditemukan pada kasus dehidrasi dan malnutrisi.
B.
Pemeriksaan
Wajah
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menilai apakah
asimetri atau tidak. Wajah asimetri dapat disebabkan oleh adanya paralisis
fasialis, serta dapat menilai adanya pembengkakan daerah wajah.
C.
Pemeriksaan
Mata
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menilai adanya virus
atau ketajaman penglihatan. Pemeriksaan virus ini dapat dilakukan dengan
pemberian rangsangan cahaya (khusus neonatus).
Pemeriksaan mata yang lain adalah menilai apakah terdapat palpebra simetris atau
tidak. Kelainan yang muncul antara lain :
a)
Ptosis adalah palpebra tidak dapat
terbuka.
Penurunan kelopak mata
b) Lagoftalmos yaitu kelopak mata yang tidak
dapat menutup dengan sempurna sehingga kornea tidak dilindungi oleh kelopak
mata.
c)
ditandai dengan kedua belah mata tidak
tertutup sempurna.
d) Hordeolum
merupakan infeksi lokal pada palpebra.
Pemeriksaan
kelenjar lakrimalis dan duktus nasolakrimalis juga dapat
diketahui dengan jumlah produksi air mata. Produksi air mata yang berlebihan
disebut epifora. Selain itu, pemeriksaan konjungtiva dilakukan untuk menilai
ada tidaknya perdarahan subkonjungtiva yang dapat ditandai dengan adanya
hiperemia dan edema konjungtiva palpebra.
Pemeriksaan
sklera bertujuan untuk menilai warna, yang dalam keadaan
normal berwarna putih. Apabila ditemukan warna lain, kemungkinan ada indikasi
penyakit lain. Pemeriksaan juga menilai kejernihan kornea. Apabila ada radang, kornea akan tampak keruh.
Pemeriksaan
pupil. Secara normal, pupil berbentuk bulat dan simetris.
Apabila diberikan sinar akan mengecil. Midriasis atau dilatasi pupil
menunjukkan adanya rangsangan simpatis. Sedangkan miosis menunjukkan keadaan
pupil yang mengecil. Pupil yang berwarna putih menunjukkan kemungkinan adanya
penyakit katarak.
Pemeriksaan
jernih atau keruhnya lensa dilakukan untuk pemeriksaan adanya
kemungkinan katarak. Lensa yang keruh dapat menjadi indikasi adanya kemungkinan
katarak.
Pemeriksaan
bola mata. Kondisi bola mata yang menonjol disebut
eksoftalmos dan bola mata yang mengecil disebut enoftalmos. Starbismus atau
juling merupakan sumbu visual yang tidak sejajar pada lapang gerakan bola mata.
Selain itu, terdapat nistagmus merupakan gerakan bola mata ritmik yang cepat
dan horizontal.
D.
Pemeriksaan
Telinga
Pemeriksaan telinga dapat dilakukan mulai telinga
bagian luar, telinga bagian tengah, dan telinga bagian dalam.
Pada pemeriksaan telinga bagian luar dapat dimulai
dengan pemeriksaan daun telinga dengan menentukan bentuk, besar dan posisinya.
Pemeriksaan liang telinga ini dapat dilakukan dengan bantuan otoskop.
Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan membran timpani. Membran timpani
yang normal akan berbetuk sedikit cekung dan mengkilat. Kemudian, dapat dilihat
apakah terdapat perforasi atau tidak. Pemeriksaan mastoid bertujuan untuk
melihat adanya pembengkakan pada daerah mastoid. Pemeriksaan pendengaran
dilaksanakan dengan bantuan garputala untuk mengetahui apakah pasien mengalami
gangguan atau tidak.
E.
Pemeriksaan
Hidung
Pemeriksaan
ini dilakukan dengan menilai adanya kelainan bentuk hidung dan juga menentukan
ada tidaknya epistaksis. Pemeriksaan yang dapat digunakan adalah pemeriksaan rhinoskopi
anterior dan posterior.
F.
Pemeriksaan
Mulut
Pemeriksaan
mulut bertujuan untuk menentukan ada tidaknya,
a)
Trismus yaitu kesukaran membuka mulut.
b)
Halitosis yaitu bau mulut tidak sedap
karena personal hygine yang kurang.
c)
Labioskisis yaitu keadaan bibir yang
tidak simetris.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan pada gusi untuk
menilai edema atau tanda-tanda radang.
Pemeriksaan lidah bertujuan untuk menilai apakah
terjadi kelainan kongenital atau tidak. Keadaan yang dapat ditemukan adalah,
a)
Makroglosia yaitu lidah yang terlalu
besar.
b)
Mikroglosia yaitu lidahnya terlalu
kecil.
c)
Glosoptosis yaitu lidah tertarik ke
belakang.
Kemudian dapat diperiksa ada
tidaknya tremor dengan menjulurkan lidah.
Pemeriksaan gigi anak. Pertumbuhan gigi susu dimulai
pada umur 5 bulan, tetapi kadang-kadang satu tahun. Pada umur 3 tahun, ke-20
gigi susu akan tumbuh. Kelainan yang dapat ditemuakn pada gigi antara lain
yaitu adanya karies gigi yang terjadi akibat infeksi bakteri. Pemeriksaan
selanjutnya yaitu melihat banyaknya pengeluaran saliva. Hipersaliva pada
anak-anak kemungkinan terjadi karena gigi mereka akan tumbuh, atau mungkin
terjadi karena proses peradangan yang lain.
G.
Pemeriksaan
Faring
Pemeriksaan
ini dilakukan dengan menilai adanya hiperemia, edema, abses baik retrofaringeal
atau peritonsilar. Edema faring umumnya ditandai dengan mukosa yang pucat dan
sembab, serta dapat ditentukan adanya bercak putih abu-abu yang sulit diangkat
pada difteri (pseudomembran).
H.
Pemeriksaan
Laring
Pemeriksaan
laring ini sangat berhubungan dengan pemeriksaan pernapasan. Apabila ditemukan obstruksi pada laring, maka suara mengalami stridor yang disertai
dengan batuk dan suara sesak. Pemeriksaan laring dilakukan dengan menggunakan alat laringoskop, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dengan cara dimasukkan ke dalam secara perlahan-lahan
dengan lidah ditarik ke luar.
I.
Pemeriksaan
Leher
Pemeriksaan leher dilakukan dengan menilai adanya
tekanan vena jugularis. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengondisikan pasien
dalam kondisi telentang dengan dada dan kepala
diangkat setinggi 15º - 30º, kemudian dicek apakah terdapat distensi pada
vena jugularis. Selanjutnya lakukan pemeriksaan untuk menilai ada atau tidaknya
massa dalam leher.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara untuk
mengetahui gejala atau masalah kesehatan yang dialami oleh pasien. Dalam
melakukan pemeriksaan fisik terdapat teknik dasar yang perlu dipahami, antara
lain inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Dalam pemeriksaan fisik pada
bayi dan balita ini beda dengan orang dewasa.
Pemeriksaan fisik pada bayi dan balita ini dilakukan
sebagai pengkajian fisik yang dilakukan oleh bidan yang bertujuan untuk
memastikan normalitas & mendeteksi adanya penyimpangan dari normal.
Pengkajian ini dapat ditemukan indikasi tentang
seberapa baik bayi melakukan penyesuaian terhadap kehidupan di luar uterus dan
bantuan apa yang diperlukan.
Dalam pelaksanaannya harus diperhatikan agar bayi
tidak kedinginan, dan dapat ditunda apabila suhu tubuh bayi rendah atau bayi
tampak tidak sehat.
Pemeriksaan fisik ini meliputi pemeriksan kepala,
wajah, mata, hidung, mulut, telinga dan leher.
B.
Saran
Sebaiknya tenaga
kesehatan melakukan pemeriksaan fisik di daerah kepala hingga leher ini dengan
benar, hati- hati dan teliti.Ini dikarenakan kesalahan sedikit saja dapat
menimbulkan dampak bagi bayi dan balita tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Uliyah,
Musrifatul dan A. Azis Alimatul Hidayat.2008. Keterempilan Dasar Praktik Klinik untuk Kebidanan, Edisi 2.Jakarta
: Salemba Medika.
Kusmuyati,
Yuni. 2007. Ketrampilan Dasar Praktik
Klinik Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.