Hidup ini bukanlah sepotong keju yang selalu didambakan
orang, karena setiap manusia pasti mengalami hidup. Entah itu hidup didunia
ataupun di akhirat. hidup juga bukan seperti selembar sutra, yang halus
permukaannya, karena hidup itu juga pasti akan kasar sekasar aspal. Mungkin.
Hidup tak pernah adil,kecuali kita yang memiliki kekuasaan
untuk mengadili. Bagaimana kita mendapat kekuasaan? Hanya diri kita sendiri
yang tahu.
Pernahkah kita membayangkan sebuah kematian? Bagaimana
perasaan kita melihat orang-orang disana yang sedang menjemput maut atau dengan
orang-orang yang tahu tanggal kapan cahaya itu menjemput mereka?
Mereka yang menikmati hidup dengan keterbatasan, pernahkah
kita memahaminya?
Jarang orang yang bisa berkata 100% iya dan dengan setulus
hati. Karena mereka, bisa juga aku tidak memiliki ketrbatasan itu. Karena mereka
bisa juga aku, hidup bebas sebebas bebasnya.
Tapi aku bisa merasakannya walau
sedikit kemungkinannya. Karena aku lahir, hidup, dan memelihara sebuah
keterbatasan. Ya, keterbatasan pemikiran. Karena aku tak bisa jauh berfikir apa
yang aku lakukan nanti.
Selama ini, aku hidup diantara manusia-manusia keterbatasan.
Aku mencintaipun dengan penuh ketrbatasan. Seseorang yang aku cintai setulus
hatiku, sebening air mengalir diantara rona pipi. Tak tahu, orang yang sudah
menduduki bangku selama itu pun takkan pernah mengerti arti dari jatuhnya
kilauan-kilauan indah dari pipiku ini. Yang jatuh bersama kedipan mata, yang
hilang bersama usapan jemariku. Dan, ketika pagi datang. Sebuah sapaan dari
mulut-mulut kecilpun bekicau. Tapi itu bukan kelebihan, itu sebuah
keterbatasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar